Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Momok Politik Diantara Pragmatisme dan Apatisme

Berpolitik dengan santun dan beretika menjadi sangat langka di negeri ini. Yang paling menonjol adalah saling gontok-gontokan, menelikung satu sama lainnya. Kehidupan politik seperti ini menjadi momok dan entah sampai kapan berakhir.

Wajah politisi tak ubahnya muka seram yang menyeringai dan senantiasa siap menerkam mangsanya. Berbeda paham politik dianggap sebagai musuh yang harus dihancurkan.

Masyarakat yang sebelumya alergi dengan perpolitikan sekarang berubah menjadi euforia. Hal ini makin diperparah dengan sikap pragmatisme dan apatis masyarakat dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Dalam bahasa gaulnya, mending mentahnya saja, begitu kira-kira.

Apa yang bisa kita harapkan dengan kondisi politik seperti ini? Pemimpin serta orang yang dipimpin acuh tak acuh. Kondisinya ibarat di tengah hutan belantara, dimana yang kuatlah paling berkuasa. Sedangkan yang lemah menjadi santapan atau kalau tidak tiarap sembunyi.

Kembali ke masalah gontok-gontokan, ini semua tidak lepas dari ketidaksiapan kita menyikapi makna sesungguhnya dari kebebasan itu.

Bebas diartikan semaunya, enak sendiri tidak peduli orang lain. Lebih keras menuntut hak tapi menganggap sepele kewajibannya. Toleransi dan gotong royong menjadi sangat mahal harganya.

Coba tengok kehidupan desa, gotong royong antar warga mulai memudar. Semuanya dihargai dengan uang dan materi. Tokoh-tokoh masyarakat (tomas) tak mampu berbuat banyak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar